Bab 234 Penyakit Mental 

Ardika membujuk ibu mertuanya dengan sabar, “Ibu, kejadian kecelakaan medis itu sudah berlalu lima tahun. Biarpun kamu berutang nyawa pada mereka, selama lima tahun ini utangmu juga sudah lunas …. 

Jelas–jelas Keluarga Lasman berani menindas Luna sekeluarga karena mereka adalah orang–orang yang baik dan jujur. 

Satu keluarga parasit itu memanfaatkan kebaikan hati Luna sekeluarga untuk menekan dan memeras mereka. 

Kalau orang lain yang berada di posisi Luna sekeluarga, pasti tidak akan membiarkan satu keluarga parasit itu mengajukan permintaan tanpa kenal batas. 

“Diam kamu!” 

Desi langsung menyela Ardika dengan volume suara tinggi, “Ardika, kamu nggak lebih hanya seorang menantu yang numpang di sini. Kamu makan dan tinggal gratis di rumah kami. Kamu nggak berhak berbicara dan mencampuri urusan keluarga kami!” 

“Aku nggak meminta kamu bercerai dengan Luna karena nggak ingin terlalu memaksa Luna. Sebaiknya kamu ingat posisimu sendiri dengan baik. Jangan nggak tahu diri!” 

Setelah memarahi Ardika, Desi langsung berbalik dan masuk ke dalam kamar. 

Pintu kamar dibanting dengan keras. Saking terkejutnya, sekujur tubuh Handoko sampai gemetaran. 

“Ibu benar–benar keterlaluan. Jelas–jelas Kak Ardika memberi saran seperti itu demi kebaikannya, karena nggak ingin dia terus ditindas oleh Keluarga Lasman. Eh, tapi dia malah menyalahkan Kak Ardika banyak bicara. Kalau benar–benar hebat, seharusnya dia memarahi mereka sekeluarga.” 

Handoko sudah tidak tahan lagi, dia langsung berbalik dan berencana untuk memperdebatkan hal ini dengan ibunya. 

“Jangan memperburuk situasi. Sekarang Ibu sedang emosi, kalau kamu pergi menemuinya dan membela Ardika, pasti akan memperburuk situasi.” 

Luna segera menghentikan adiknya. 

Sebelumnya, Desi menyalahkannya karena selalu membela Ardika. 

Saat Handoko pulang liburan, Desi sangat senang. Dia bahkan mengatakan akhirnya ada seseorang yang bisa membelanya di rumah ini. 

Kalau Handoko pergi menemui Desi sekarang, dia bukan hanya tidak bisa membantu Ardika, melainkan akan memperburuk situasi. 

“Ardika, jangan masukkan ucapan Ibu ke dalam hati, ya.” 

Luna menoleh dan menghibur Ardika, “Kejadian kecelakaan medis lima tahun yang lalu sudah menjadi penyakit mental Ibu. Aku pernah membawanya ke psikolog, tapi penyakitnya tetap nggak bisa sembuh. Selain membuktikan kecelakaan medis itu nggak ada hubungannya dengannya, penyakitnya nggak akan bisa sembuh. Tapi, nggak mungkin bisa membuktikan kecelakaan medis itu nggak ada hubungannya dengannya. Jadi, ucapanmu malah makin merangsang rasa bersalahnya.” 

Desi berasal dari keluarga yang berkecimpung di bidang kedokteran. Sejak kecil, dia sudah mempelajari ilmu medis. 

Setelah lulus kuliah Kedokteran, dia bekerja di sebuah rumah sakit di Kota Banyuli. Dengan berbagai upaya dan kerja kerasnya, dia menjadi seorang wakil direktur departemen yang paling muda. 

Masa depannya sangat cerah. 

Namun, kecelakaan medis yang tiba–tiba terjadi itu membuat surat izin bekerjanya ditarik, membuatnya dikeluarkan dari rumah sakit, bahkan diusir dari keluarganya yang khawatir reputasi mereka akan rusak karena kasus yang menimpanya. 

Dia hanya bisa menjadi seorang ibu rumah tangga. 

Keterampilan medis yang dimilikinya hanya bisa digunakannya untuk mengobati suaminya. 

Jadi, memberi kompensasi kepada Keluarga Lasman sudah seperti gangguan obsesif kompulsif dalam diri Desi. 

Begitu mendengar penjelasan Luna, akhirnya Ardika sudah mengerti mengapa Desi begitu marah padanya. 

+15 BONUS 

“Sayang, wajar saja Ibu begitu marah padaku. Aku nggak keberatan,” kata Ardika sambil tersenyum, seolah–olah menunjukkan dia sama sekali tidak memasukkan ucapan Desi tadi ke dalam hati. 

Luna menganggukkan kepalanya dengan senang dan berkata, “Ardika, kamu istirahat saja. Aku telepon Tina untuk berterima kasih padanya dulu. Kali ini, untung saja dia sampai tepat waktu dan menyelamatkanmu dan Viktor.” 

Ardika hendak berbicara, tetapi Luna sudah berjalan ke samping sambil memegang ponselnya, 

Saat ini, Handoko juga menerima panggilan telepon dari seorang teman wanitanya. 

“Handoko, ayo kita keluar bermain bersama besok! Oh ya, ajak kakak iparmu juga, ya. Sekarang kami semua sudah menjadi penggemarnya! 

Indra pendengaran Ardika cukup tajam, jadi dia bisa mendengarkan suara wanita di ujung telepon Handoko itu dengan jelas. Dia hendak meminta Handoko untuk menolak ajakan itu. 

Dia tidak punya waktu luang untuk menemani sekelompok bocah itu bermain. 

Namun, siapa sangka, sebelum dia sempat meminta Handoko untuk menolak ajakan itu, adik iparnya sudah berinisiatif untuk menolak ajakan teman wanitanya. 

“Hmm, Fio, besok aku ada urusan lain, nggak bisa ikut bersama kalian. Kalian pergi saja, ya,” kata Handoko beralasan. 

“Ah? Kenapa begitu, Handoko? Bukankah akhir–akhir ini kamu selalu memamerkan pada kami kakak iparmu adalah tokoh hebat sebuah pasukan khusus? Ajak saja dia keluar bersama kita. Kami akan memberimu kesempatan untuk memamerkannya di hadapan kami!” kata Fio dengan nada memelas dan manja. 

Handoko menghela napas dan berkata dengan jujur, “Aku jujur saja padamu. Kakak iparku bukan tokoh hebat sebuah pasukan khusus. Aku salah informasi.” 

SURPERISE GIFT: 3000 bonus free for you,activity time is limited! 

Sᴇarch the FindNovel.net website on Gøøglᴇ to access chapters of novels early and in the highest quality.

Tip: You can use left, right keyboard keys to browse between chapters.Tap the middle of the screen to reveal Reading Options.

If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.

Report
Hᴇlp us to clɪck the Aɖs and we will havε the funds to publish more chapters.